Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang selalu ada di setiap jenjang
pendidikan. Sejak SD, SMP, SMA
kita sudah diajarkan mengenai mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dari
sini dapat dilihat, bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
salah satu mata pelajaran yang penting dan patut untuk diperhitungkan.
Pendidikan Kewarganegaraan diberikan diberbagai jenjang / tingkat pendidikan
yang tujuannya tidak lain untuk mencetak para penerus bangsa agar memiliki wawasan yang luas.
Berdasarkan
pengalaman pribadi yang telah saya alami, Pendidikan Kewarganegaraan atau yang
lebih sering kita sebut dengan PKn adalah mata pelajaran yang boleh dibilang
membosankan dan bisa juga dianggap menyenangkan, tergantung bagaimana guru / dosen dalam menyampaikan mata pelajaran tersebut dan
tergantung pula kepada siswa-siswanya untuk menganggap PKn sebagai mata
pelajaran yang menyenangkan.
SD adalah
jenjang pertama kali saya mendapatkan mata pelajaran PPKn, Materi pelajaran
yang masih saya ingat hingga sekarang, yang telah saya pelajari selama di MI
tidak lain meliputi gotong royong, toleransi, mengamalkan nilai-nilai
Pancasila, dsb.
Dapat saya contohkan soal PPKn untuk taraf SD misalnya, “Ketika ada seorang nenek hendak
menyebrang jalan, apa yang akan kamun lakukan?” dan pilihan jawaban yang
diberikan misalnya saja membantu menyebrang, membiarkan, hanya melihatinya
saja. Contoh lain misalnya saja, “Ketika bermain bersama temanmu dan temanmu
berbuat curang, apa yang akan kamu lakukan?” dan pilihan jawaban yang diberikan
misalnya, melarangnya ikut bermain lagi, menasehatinya, mengolok-oloknya.
Itulah beberapa contoh pertanyaan dan pilihan jawabannya.
Berlanjut
ke jenjang SMP, Pendidikan Kewarganegaraan juga diberikan selama tiga tahun.
Pada saat saya duduk dibangku SMP, Pendidikan Kewarganegarann dikenal dengan
sebutan PKN. Mengingat jenjang SMP setingkat lebih tinggi dari tingkat SD, maka materi yang diberikan juga sedikit lebih luas
dan tingkat kerumitannya bertambah. Materi yang diajarkan ketika SMP yang masih
saya ingat hingga sekarang meliputi Proklamasi Kemerdekaan, Norma dalam
Kehidupan, Daerah Otonom, Demokrasi, Pemilu, dsb.
Pendidikan
Kewarganegaraan juga diberikan saat saya duduk ditingkat SMA. Di SMA tempat
saya mengenyam pendidikan, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diberikan
baik di jurusan IPA, IPS, maupun Bahasa. Jenjang SMA merupakan jenjang terakhir
untuk tingkat sekolah. Mengenyam pendidikan selama tiga tahun di SMA, tidak
terlepas juga dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bedanya, ketika
saya belajar PKN ditingkat SMA, tidak sesulit belajar PKN ditingkat SMP. Materi
yang masih saya ingat hingga saat ini meliputi Hakikat Bangsa dan Negara,
Nasionalisme, Budaya Politik, Masyarakat Madani, Sistem Pemerintahan di Negara
Indonesia Maupun Sistem Pemerintahan di Negara lain, Sistem Hukum, Hak Asasi
Manusia, Hubungan Internasional, Sikap Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara, Globalisasi, dsb. Walaupun pembahasannya jauh lebih
luas dan persoalannya jauh lebih rumit dari tingkat sebelumnya, tapi saya
merasa senang untuk mempelajari mata pelajaran PKN. Itu semua karena guru saya
telah berhasil mengemas PKN menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan
menarik, sehingga menjadi tidak bosan untuk mempelajarinya. Berbagai cara
mengajar dicoba agar kami sebagai siswa tidak beranggapan bahwa mempelajari PKN
bukanlah sebuah beban, justru akan menambah wawasan pengetahuan kita tentang
kewarganegaraan.
Lulus
dari SMA, dan melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Negeri, saya juga bertemu
dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Di semester satu ini yang saya
pelajari mengenai mata kuliah PKN mengenai asal usul Kewarganegaraan.
Dengan adanya mata pelajaran PKN dalam kehidupan sehari-hari agar
kita sebagai generasi penerus bangsa
mampu menciptakan kebangsaan nasional, mengaktualisasikan tata nilai, membentuk
karakter, memahami hak, kewajiban, dan batasan-batasannya, serta memahami
proses sosial.
Pada saat di bangku kuliah,
saya mendapatkan tugas untuk mempresentasikan materi mengenai Hak Asasi Manusia
bersama dengan teman kelompok yang lainnya, dari tugas tersebut saya dapat
belajar memahami tentang Hak Asasi Manusia lebih baik lagi. Diantaranya adalah
bahwa HAM di Indonesia harus ditegakkan secara tegas, Hukum pun harus dilakukan
secara adil, tidak hanya “tumpul keatas dan tajam kebawah”, dan saya juga memahami
bahwa HAK setiap orang tidak boleh dibatasi.
Manfaat
yang bisa saya rasakan selama 13 tahun dalam mempelajari PKN yakni saya mampu
berfikir kritis dalam menyikapi berbagai masalah kewarganegaraan, melaksanakan
Pemilu sesuai dengan asasnya, melahirkan tunas bangsa yang tidak buta akan ilmu
pengetahuan, terutama mengenai kewarganegaraan bangsanya sendiri, masyarakat
dapat mengetahui, bahwa politik harus terbuka dan transparan agar tidak terjadi
penyelewengan kekuasaan, serta rakyat dapat memamtau jalannya sistem politik.
Itulah berbagai pemaparan tentang pengalaman pribadi
saya mengenai mata Pelajaran PKN beserta urgensi dan manfaatnya yang pernah
saya dapatkan saat saya duduk dibangku SD hingga bangku perkuliahan.
Keputusan mengundurkan diri ini diambil oleh Harsoyo
sebagai pertanggungjawaban moral atas meninggalnya tiga mahasiswanya di
kegiatan Diksar Great Camping (GC) ke-37.
"Saya mengundurkan diri dari Rektor UII. Ini sebagai
pertanggungjawaban moral. Tanggung jawab penuh di rektor sebagai pimpinan,
bukan wakil rektor, pembantu rektor, atau mahasiswa," tuturnya.
Harsoyo menyampaikan permintaan maaf kepada bangsa
Indonesia karena telah mencemarkan dunia pendidikan dengan adanya tindak
kekerasan yang seharusnya tidak boleh terjadi. Selain itu, dia berharap agar
kejadian tindak kekerasan tidak terulang kembali.
"Sampaikan maaf kami, kepada seluruh bangsa
Indonesia, telah mencemarkan dunia pendidikan dengan tindak kekerasan yang
seharusnya tidak boleh terjadi," ungkapnya.
Dia menuturkan, kejadian tersebut memukul seluruh sivitas
akademika UII sebab Mapala Unisi sudah berdiri sejak
tahun 1974. Selama unit berdiri dan penyelenggaraan GC berlangsung, tidak
pernah terjadi kecelakaan apa pun.
Di tempat yang sama, Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menyampaikan apresiasinya atas sikap Rektor UII yang
memutuskan untuk mengundurkan diri.
Menurut saya, kejadian ini telah melanggar HAM, dimana
oknum senior yang melakukan kekerasan ini telah mengambil hak untuk hidup, dan
hak untuk merdeka.
Mengingat kejadian ini, mungkin saja kegiatan mapala ini
pernah terjadi kekerasan serupa namun tidak sefatal ini dan tidak terekspose
oleh media.
Namun, saya juga mengapresiasi Rektor UII ini, karena dia
mau bertanggung jawab padahal kematian mahasiswanya bukan karena kesalahan
beliau. Beliau berpendapat bahwa jika ada kesalahan yang dilakukan oleh
bawahannya berarti itu karena kesalahan pemimpinnya juga, beliau pun
mengajarkan bahwa jabatan bukanlah segalanya, semuanya bisa Allah SWT ambil
jika memang sudah berkehendak.
Demikianlah pendapat saya, mengenai kasus tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar