Minggu, 29 Januari 2017

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang selalu ada di setiap jenjang pendidikan. Sejak SD, SMP, SMA kita sudah diajarkan mengenai mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dari sini dapat dilihat, bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dan patut untuk diperhitungkan. Pendidikan Kewarganegaraan diberikan diberbagai jenjang / tingkat pendidikan yang tujuannya tidak lain untuk mencetak para penerus bangsa agar memiliki wawasan yang luas.

Berdasarkan pengalaman pribadi yang telah saya alami, Pendidikan Kewarganegaraan atau yang lebih sering kita sebut dengan PKn adalah mata pelajaran yang boleh dibilang membosankan dan bisa juga dianggap menyenangkan, tergantung bagaimana guru / dosen dalam menyampaikan mata pelajaran tersebut dan tergantung pula kepada siswa-siswanya untuk menganggap PKn sebagai mata pelajaran yang menyenangkan.
SD adalah jenjang pertama kali saya mendapatkan mata pelajaran PPKn, Materi pelajaran yang masih saya ingat hingga sekarang, yang telah saya pelajari selama di MI tidak lain meliputi gotong royong, toleransi, mengamalkan nilai-nilai Pancasila, dsb.
 Dapat saya contohkan soal PPKn untuk taraf SD misalnya, “Ketika ada seorang nenek hendak menyebrang jalan, apa yang akan kamun lakukan?” dan pilihan jawaban yang diberikan misalnya saja membantu menyebrang, membiarkan, hanya melihatinya saja. Contoh lain misalnya saja, “Ketika bermain bersama temanmu dan temanmu berbuat curang, apa yang akan kamu lakukan?” dan pilihan jawaban yang diberikan misalnya, melarangnya ikut bermain lagi, menasehatinya, mengolok-oloknya. Itulah beberapa contoh pertanyaan dan pilihan jawabannya.

Berlanjut ke jenjang SMP, Pendidikan Kewarganegaraan juga diberikan selama tiga tahun. Pada saat saya duduk dibangku SMP, Pendidikan Kewarganegarann dikenal dengan sebutan PKN. Mengingat jenjang SMP setingkat lebih tinggi dari tingkat SD, maka materi yang diberikan juga sedikit lebih luas dan tingkat kerumitannya bertambah. Materi yang diajarkan ketika SMP yang masih saya ingat hingga sekarang meliputi Proklamasi Kemerdekaan, Norma dalam Kehidupan, Daerah Otonom, Demokrasi, Pemilu, dsb.

Pendidikan Kewarganegaraan juga diberikan saat saya duduk ditingkat SMA. Di SMA tempat saya mengenyam pendidikan, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diberikan baik di jurusan IPA, IPS, maupun Bahasa. Jenjang SMA merupakan jenjang terakhir untuk tingkat sekolah. Mengenyam pendidikan selama tiga tahun di SMA, tidak terlepas juga dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Bedanya, ketika saya belajar PKN ditingkat SMA, tidak sesulit belajar PKN ditingkat SMP. Materi yang masih saya ingat hingga saat ini meliputi Hakikat Bangsa dan Negara, Nasionalisme, Budaya Politik, Masyarakat Madani, Sistem Pemerintahan di Negara Indonesia Maupun Sistem Pemerintahan di Negara lain, Sistem Hukum, Hak Asasi Manusia, Hubungan Internasional, Sikap Keterbukaan dan Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Globalisasi, dsb. Walaupun pembahasannya jauh lebih luas dan persoalannya jauh lebih rumit dari tingkat sebelumnya, tapi saya merasa senang untuk mempelajari mata pelajaran PKN. Itu semua karena guru saya telah berhasil mengemas PKN menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan menarik, sehingga menjadi tidak bosan untuk mempelajarinya. Berbagai cara mengajar dicoba agar kami sebagai siswa tidak beranggapan bahwa mempelajari PKN bukanlah sebuah beban, justru akan menambah wawasan pengetahuan kita tentang kewarganegaraan.
Lulus dari SMA, dan melanjutkan studi di Perguruan Tinggi Negeri, saya juga bertemu dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Di semester satu ini yang saya pelajari mengenai mata kuliah PKN  mengenai asal usul Kewarganegaraan.
Dengan adanya mata pelajaran PKN dalam kehidupan sehari-hari agar kita sebagai generasi penerus bangsa mampu menciptakan kebangsaan nasional, mengaktualisasikan tata nilai, membentuk karakter, memahami hak, kewajiban, dan batasan-batasannya, serta memahami proses sosial.
Pada saat di bangku kuliah, saya mendapatkan tugas untuk mempresentasikan materi mengenai Hak Asasi Manusia bersama dengan teman kelompok yang lainnya, dari tugas tersebut saya dapat belajar memahami tentang Hak Asasi Manusia lebih baik lagi. Diantaranya adalah bahwa HAM di Indonesia harus ditegakkan secara tegas, Hukum pun harus dilakukan secara adil, tidak hanya “tumpul keatas dan tajam kebawah”, dan saya juga memahami bahwa HAK setiap orang tidak boleh dibatasi.
Manfaat yang bisa saya rasakan selama 13 tahun dalam mempelajari PKN yakni saya mampu berfikir kritis dalam menyikapi berbagai masalah kewarganegaraan, melaksanakan Pemilu sesuai dengan asasnya, melahirkan tunas bangsa yang tidak buta akan ilmu pengetahuan, terutama mengenai kewarganegaraan bangsanya sendiri, masyarakat dapat mengetahui, bahwa politik harus terbuka dan transparan agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan, serta rakyat dapat memamtau jalannya sistem politik.
Itulah berbagai pemaparan tentang pengalaman pribadi saya mengenai mata Pelajaran PKN beserta urgensi dan manfaatnya yang pernah saya dapatkan saat saya duduk dibangku SD hingga bangku perkuliahan.


Disini saya juga ingin menganalisis kasus : Mundurnya Rektor Universitas Islam Indonesia (UII)
Keputusan mengundurkan diri ini diambil oleh Harsoyo sebagai pertanggungjawaban moral atas meninggalnya tiga mahasiswanya di kegiatan Diksar Great Camping (GC) ke-37.
"Saya mengundurkan diri dari Rektor UII. Ini sebagai pertanggungjawaban moral. Tanggung jawab penuh di rektor sebagai pimpinan, bukan wakil rektor, pembantu rektor, atau mahasiswa," tuturnya.
Harsoyo menyampaikan permintaan maaf kepada bangsa Indonesia karena telah mencemarkan dunia pendidikan dengan adanya tindak kekerasan yang seharusnya tidak boleh terjadi. Selain itu, dia berharap agar kejadian tindak kekerasan tidak terulang kembali.
"Sampaikan maaf kami, kepada seluruh bangsa Indonesia, telah mencemarkan dunia pendidikan dengan tindak kekerasan yang seharusnya tidak boleh terjadi," ungkapnya.
Dia menuturkan, kejadian tersebut memukul seluruh sivitas akademika UII sebab Mapala Unisi sudah berdiri sejak tahun 1974. Selama unit berdiri dan penyelenggaraan GC berlangsung, tidak pernah terjadi kecelakaan apa pun.
Di tempat yang sama, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menyampaikan apresiasinya atas sikap Rektor UII yang memutuskan untuk mengundurkan diri.

Menurut saya, kejadian ini telah melanggar HAM, dimana oknum senior yang melakukan kekerasan ini telah mengambil hak untuk hidup, dan hak untuk merdeka.
Mengingat kejadian ini, mungkin saja kegiatan mapala ini pernah terjadi kekerasan serupa namun tidak sefatal ini dan tidak terekspose oleh media.

Namun, saya juga mengapresiasi Rektor UII ini, karena dia mau bertanggung jawab padahal kematian mahasiswanya bukan karena kesalahan beliau. Beliau berpendapat bahwa jika ada kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya berarti itu karena kesalahan pemimpinnya juga, beliau pun mengajarkan bahwa jabatan bukanlah segalanya, semuanya bisa Allah SWT ambil jika memang sudah berkehendak.

Demikianlah pendapat saya, mengenai kasus tersebut.